Minggu, 19 Oktober 2014


Desain Kompetensi Dan Tujuan Pembelajaran PAI di Sekolah
A.    Pendahuluan
Kompetensi adalah kecakapan yang memadai untuk melakukan suatu tugas atau sebagai memiliki ketrampilan & kecakapan yang diisyaratkan. Sedangkan kompetensi menurut Van Looy, Van Dierdonck, and Gemmel menyatakan kompetensi adalah sebuah karakteristik manusia yang berhubungan dengan efektifitas performa, karakteristik ini dapat dilihat seperti gaya bertindak, berperilaku, dan berpikir.
Kompetensi  yang harus dikuasai peserta didik perlu dinyatakan sedemikian rupa agar dapat dinilai, sebagai wujud hasil belajar peserta didik  mengacu pada pengalaman langsung. Peserta didik perlu mengetahui tujuan belajar, dan tingkat-tingkat penguasaan yang akan digunakan sebagai criteria pencapaian secara eksplisit, dikembangkan berdasarkan tujuan-tujuan yang telah di tetapkan, dan memiliki konstribusi terhadap kompetensi-kompetensi yang sedang dipelajari. Penilaian terhadap pencapaian kompetensi perlu dilakukan secara objektif, berdasarkan kinerja peserta didik, dengan bukti penguasaan mereka terhadap pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap sebagai hasil belajar. Dengan demikian dalam pembelajaran yang di rancang berdasarkan kompetensi, penilaian tidak dilakukan berdasarkan pertimbangan yang bersifat subjektif.
Oleh karena  itu, kompetensi merupakan factor penentu berhasil tidaknya tujuan pembelajaran. Dengan kompetensi yang tinggi yang dimiliki oleh peserta didik maka tentu hal ini dapat menentukan kualitas pembelajaran yang baik. Sehingga pada akhirnya, hal ini dapat melahirkan peserta didik yang berkualitas tinggi dalam segala hal, baik kognitif, afektif, Maupun psikomotorik.
Pembelajaran berasal dari kata belajar yang artinya aktivitas perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku ternyata mempunyai arti yang sangat luas, yaitu perubahan tingkah laku dari tidak tahu menjadi tahu atau berpengetahuan dan dari yang tidak mengerti menjadi mengerti. Pembelajaran bisa juga dikatakan sebagai proses penyerapan ilmu pengetahuan tentang Agama Islam atau transfer ilmu pengetahuan yang mencakup tentang penanaman nilai-nilai Agama Islam dari seorang guru atau lebih kepada peserta didik.
Dengan pendidikan yang benar dan berkualitas, individu-individu yang beradab akan terbentuk yang akhirnya memunculkan kehidupan sosial yang bermoral. Sayangnya, sekalipun institusi-institusi pendidikan saat ini memiliki kualitas dan fasilitas, namun institusi-institusi tersebut masih belum memproduksi individuindividu yang beradab. Sebabnya, visi dan misi pendidikan yang mengarah kepada terbentuknya manusia yang beradab, terabaikan dalam tujuan institusi pendidikan.
Penekanan kepada pentingnya anak didik supaya hidup dengan nilai-nilai kebaikan, spiritual dan moralitas seperti terabaikan. Bahkan kondisi sebaliknya yang terjadi. Tujuan utama pembelajaran pendidikan dalam Islam adalah mencari ridha Allah swt.
Dalam pandangan Islam, manusia bukan saja terdiri dari komponen fisik dan materi, namun terdiri juga dari spiritual dan jiwa. Oleh sebab itu, sebuah institusi pendidikan bukan saja memproduksi anak didik yang akan memiliki kemakmuran materi, namun juga yang lebih penting adalah melahirkan individu-individu yang memiliki diri yang baik sehingga mereka akan menjadi manusia yang serta bermanfaat bagi ummat dan mereka mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
B.     Pengertian Kompetensi Dan Karakteristiknya
Pengertian kompetensi berdasarkan definisi Mendiknas (SK.04/U/2002), bahwa kompetensi merupakan seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki oleh seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang tertentu.[1] Pengertian kompetensi yang diberikan oleh Mendiknas ini, mengandung tiga hal pokok yang menjadi potensi dalam kompetensi. Ketiga hal tersebut yaitu akal berpikir (mental) yang berupa seperangkat tindakan cerdas, potensi perasaan (emosi) berupa rasa penuh tanggung jawab, dan potensi untuk melaksanakan tugas-tugas.
Selain itu, ada beberapa penjelasan lain yang diungkapan oleh beberapa tokoh yang dapat memperjelas apa itu makna kompetensi, di antaranya yaitu sebagai berikut:
1.      Mc.Ashan mengatakan bahwa kompetensi adalah “knowledge, skill, and abilities or capacities that a persons achieves, which became part of his or her being to the extent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, affective, and psychomotor behaviors” (pengertian, keterampilan, dan kemampuan yang diperoleh seseorang untuk dapat melakukan sesuatu dengan baik, termasuk perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik).
2.      Olivia mengatakan bahwa kompetensi sering kali dipahami sebagai instructional objectives (tujuan pembelajaran).
3.      Gordon menjelaskan beberapa aspek yang terkandung di dalam kompetensi, yaitu pengetahuan (knowledge), pemahaman (understanding), keterampilan (skills), nilai (value), sikap (attitude) dan minat (interest).
4.      Sedangkan Stephen P.Becker dan Jack Gordon mengemukakan beberapa unsur yang terkandung dalam konsep kompetensi, yaitu:
a.       Pengetahuan (knowledge), yaitu kesadaran pada aspek kognitif. Misalnya seorang guru mengetahui cara melakukan identifikasi, penyuluhan dan proses pembelajaran terhadap siswa.
b.      Pengertian (understanding), yaitu kedalaman kognitif dan efektif yang dimiliki siswa. Misalnya seorang guru sebelum pembelajaran harus memiliki pemahaman yang baik terhadap keadaan dan kondisi siswa  di lapangan sehingga pembelajaran dapat berjalan secara baik dan efektif.
c.       Keterampilan (skills), yaitu kemampuan individu dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Misalnya seorang guru memiliki kemampuan untuk menyusun alat peraga pendidikan secara sederhana.
d.      Nilai (value), yaitu norma yang telah diyakini atau secara psikologis telah menyatu dalam diri individu.
e.       Minat (interest), yaitu keadaan yang mendasari motivasi individu. Misalnya guru yang baik selalu tertarik untuk membina dan memotivasi siswa supaya dapat belajar sebagaimana yang diharapkan. [2]
            Berdasarkan beberapa pemaparan makna dari kompetensi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kompetensi merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan sesuatu dengan baik sebagai hasil dari proses pembelajaran yang diikuti sebelumnya. Kemampuan yang harus dimiliki oleh seseorang untuk dapat melaksanakan tugas-tugas yang ada. Kompetensi dapat pula dimaknai sebagai keterampilan, pengetahuan dan nilai-nilai yang terwujudkan dalam bentuk kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak ini dilakukan secara kontinyu sehingga memungkinkan setiap individu memiliki kompetensi atau menjadi berkompeten, yaitu memiliki keterampilan, pengetahuna dan nilai-nilai untuk mengerjakan sesuatu.
Sejalan dengan pengertian kompetensi di atas, maka proses pembelajaran yang didasarkan pada kompetensi merupakan suatu aktivitas belajar mengajar dalam rangka memberikan pengetahuan, sikap dan keterampilan kepada para siswa agar mereka mampu melaksanakan tugas-tugas tertentu. Oleh karena itu dapat kita ketahui, bahwa desain kompetensi pembelajaran merupakan rencana dan pengaturan yang telah disusun tentang kompetensi atau hasil belajar yang harus dicapai oleh seorang siswa.
Desain kompetensi pembelajaran dapat disebut pula sebagai rencana perubahan dari seorang pendidik yang diharapkan dapat dicapai oleh para peserta didiknya sebagai hasil belajar atau tujuan pembelajaran. Isi dari desain kompetensi ini juga berupa pernyataan yang diharapkan dapat diketahui, disikapi dan dilaksanakan oleh siswa pada setiap materi yang diberikan. Selain itu pula, dalam desain kompetensi dapat menggambarkan perkembangan kemajuan siswa secara bertahap sehingga pada akhirnya dapat berubah menjadi seorang siswa yang berkompeten sesuai dengan arah dari tujuan diadakannya pembelajaran tersebut.
Kompetensi merupakan kemampuan siswa atau mahasiswa untuk mengerjakan sesuatu dengan baik sebagai hasil dari proses pembelajaran atau pendidikan yang diikutinya. Sehingga kompetensi merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh individu dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan uraian tugas yang dilakukannya. Juga kompetensi dapat dikatakan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Kebiasaan berfikir dan bertindak yang secara konsisten dan terus-menerus memungkinkan seseorang menjadi kompoten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai untuk melakukan sesuatu.[3]
Menurut Spencer and Spencer (1993 : 10) kompetensi terdiri dari 5 (Lima) Karakteristik yaitu :
1.      Motives, motives adalah sesuatu dimana sesorang secara konsisten berfikir sehingga ia melakukan tindakan. Spencer (1993) menambahkan bahwa motives adalah “drive, direct and select behavior toward certain actions or goals and away from others “. Misalnya seseorang yang memiliki motivasi berprestasi secara konsisten mengembangkan tujuan – tujuan yang memberi suatu tantangan pada dirinya sendiri dan bertanggung jawab penuh untuk mencapai tujuan tersebut serta mengharapkan semacam “ feedback “ untuk memperbaiki dirinya.
2.      Traits, traits adalah watak yang membuat orang untuk berperilaku atau bagaimana seseorang merespon sesuatu dengan cara tertentu. Sebagai contoh seperti percaya diri, kontrol diri, ketabahan atau daya tahan.
3.      Self Concept, self concept adalah sikap dan nilai – nilai yang dimiliki seseorang. Sikap dan nilai diukur melalui tes kepada responden untuk mengetahui nilai yang dimiliki seseorang dan apa yang menarik bagi seseorang untuk melakukan sesuatu.
4.      Knowledge, knowledge adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang tertentu. Pengetahuan merupakan kompetensi yang kompleks. Tes pengetahuan mengukur kemampuan peserta untuk memilih jawaban yang paling benar tetapi tidak bisa melihat apakah sesorang dapat melakukan pekerjaan berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya.
5.      Skills, skills adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu baik secara fisik maupun mental.
Dengan mengetahui tingkat kompetensi maka perencanaan sumber daya manusia akan lebih baik hasilnya.
C.    Cara Mendesain Kompetensi
            Sebelum dilakukan penyusunan desain  kompetensi pembelajaran, terlebih dahulu harus dipertimbangkan beberapa aspek terkait proses pembelajaran tersebut. Penyusunan ini harus disesuaikan dengan tabiat ilmu yang akan dikembangkan. Selain itu, disesuaikan pula dengan desain kurikulum yang ada dengan mempertimbangkan visi, misi dan tujuan lembaga penyelenggara pembelajaran tersebut serta program studi atau jurusan yang ada. Desain kompetensi yang berdasarkan visi sekolah dalam menghasilkan lulusan yang sesuai dengan idealisme pendiri dan harapan stakholder.[4]
            Selain pertimbangan kurikulum, adanya profil lulusan program studi juga membantu untuk mempermudah dalam mendesain kompetensi. Hal ini lantaran materi pada profil akan terlihat tingkat harapan lulusan kompetensi utama dan kompetensi pendukung program studi. Oleh karena itu, profil ini akan dapat menuntun penyusunan desain kompetensi dengan lebih mudah dan terarah sesuai dengan arah tujuan suatu program studi.
            Untuk menuliskan atau menjabarkan tujuan pembelajaran pada desain kompetensi, salah satu unsur yang perlu diperlukan yaitu tata bahasa. Penuangan ide tujuan berdasarkan konsep tata bahasa yang dibangun  akan dapat terlihat pada arah tujuan desain kompetensi pembelajaran tersebut. Selain itu pula, sebaiknya susunan kalimat dinyatakan dengan jelas sehingga tanpa diberi penjelasan tambahan para pembaca sudah mampu menangkap maksudnya.
            Tujuan pembelajaran dinyatakan dalam bentuk ABCD format, artinya Audience (sasaran didik), Behavior (perilaku yang dapat diamati sebagai hasil belajar, condition (persayaratan agar perilaku yang diharapkan dapat tercapai, dan degree (tingkat penampilan yang dapat diterima. Selanjutnya dalam penuangan behavior yang akan diukur harus digunakan kata-kata yang operasiaonal, yaitu sebagai berikut:[5]
Alternative pertama mendesain kompetensi atau tujuan pembelajaran atau hasil belajar mata kuliah atau mata pelajaran yang anda ampu berdasarkan KBK (kurikulum berbsasi kompetensi), lazimnya ada tiga komponen yang harus dirumuskan khususnya dalam KBK, yaitu:
1.      Standar kompetensi
2.      Kompetensi dasar
3.      Indikator
Standar Kompetensi adalah kebulatan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan tingkat penguasaan yang diharapkan dicapai dalam mempelajari suatu mata kuliah. Cakupan standar kompetensi yaitu 1. standar isi (content standard) dan 2. standar penampilan (performance standar). Dengan kata lain Standar Kompetensi adalah sebuah keutuhan prestasi terbesar dari mata kuliah yang diperoleh mahasiswa atau sebuah keutuhan prestasi terbesar dari mata pelajaran setelah mengalami proses pembelajaran dalam satu semester.
Sedangkan Kompetensi Dasar adalah jabaran dari standar kompetensi yaitu pengetahuan, keterampilan dan sikap minimal yang harus dikuasai dan dapat ditampilkan siswa atau mahasiswa. Dengan kata lain, Kompetensi Dasar adalah kompetensi-kompetensi pendukung atau penentu keberhasilan tercapainya Standar Kompetensi. Tanpa penguasaan Kompetensi Dasar mahasiswa atau siswa tidak akan mungkin berhasil dengan utuh atau sempurna akan tercapainya Standar Kompotensi sebagai hasil prestasi terbesar sebagai sebuah totalitas.
Indikator adalah rumusan kompotensi yang lebih spesifik yang menunjukkan cirri-ciri penguasaan suatu kompetensi dasar atau sub-kompetensi. Sebuah kompetensi dasar memiliki beberapa bukti atau tanda penguasaan.[6]
D.    Contoh Desain Kompetensi
Guna memberikan gambaran yang lebih jelas tentang desain kompetensi pembelajaran, maka kami paparkan contoh desain kompetensi mata kuliah Kritik Sastra dengan tiga macam atau alternatif pilihan:[7]
Alternatif Pertama:
1.       Standar Kompetensi
Mahasiswa mampu mendesain satu proposal penelitian sastra berdasarkan salah satu kerangka teori strukturalisme, atau strukturalisme genetik, atau semiotic, atau hermeneutik, atau feminis.
2.      Kompetensi Dasar
a.       Mengkritik teori strukturalisme meliputi pendekatan, teori, metode, dan asumsi tentang karya sastra.
b.      Mengkritik teori strukturalisme genetik meliputi pendekatan, teori, metode, dan asumsi tentang karya sastra.
c.       Mengkritik teori semiotik meliputi pendekatan, teori, metode, dan asumsi tentang karya sastra.
d.      Mengkritik teori hermeneutik meliputi pendekatan, teori, metode, dan asumsi tentang karya sastra.
e.       Mengkritik teori feminis meliputi pendekatan, teori, metode, dan asumsi tentang karya sastra.
3.      Indikator Kompetensi
a.       Mengkritik teori strukturalisme meliputi pendekatan, teori, metode, dan asumsi tentang karya sastra.
1)      Menguraikan historisitas teori strukturalisme.
2)      Menguraikan kelebihan dan kekurangan pendekatan objektif.
3)      Menguraikan kelebihan dan kekurangan teori strukturalisme.
4)      Menguraikan kelebihan dan kekurangan metode dan prosedur teori strukturalisme.
5)      Menguraikan asumsi-asumsi tentang karya sastra berdasarkan teori strukturalisme.
b.      Mengkritik teori strukturalisme genetik meliputi pendekatan, teori, metode, dan asumsi tentang karya sastra.Mengkritik teori semiotik meliputi pendekatan, teori, metode, dan asumsi tentang karya sastra.
1)      Menguraikan historisitas teori strukturalisme genetik.
2)      Menguraikan kelebihan dan kekurangan pendekatan objektif.
3)      Menguraikan kelebihan dan kekurangan teori strukturalisme genetik.
4)      Menguraikan kelebihan dan kekurangan metode dan prosedur teori strukturalisme genetik.
5)      Menguraikan asumsi-asumsi tentang karya sastra berdasarkan teori strukturalisme genetik.
c.       Mengkritik teori semiotik meliputi pendekatan, teori, metode, dan asumsi tentang karya sastra.
1)      Menguraikan historisitas teori semiotik.
2)        Menguraikan kelebihan dan kekurangan pendekatan objektif.
3)      Menguraikan kelebihan dan kekurangan teori semiotik.
4)      Menguraikan kelebihan dan kekurangan metode dan prosedur teori semiotik.
5)      Menguraikan asumsi-asumsi tentang karya sastra berdasarkan teori semiotik.
d.      Mengkritik teori hermeneutik meliputi pendekatan, teori, metode, dan asumsi tentang karya sastra.
1)      Menguraikan historisitas teori hermeneutik.
2)      Menguraikan kelebihan dan kekurangan pendekatan objektif.
3)      Menguraikan kelebihan dan kekurangan teori hermeneutik.
4)      Menguraikan kelebihan dan kekurangan metode dan prosedur teori hermeneutik.
5)      Menguraikan asumsi-asumsi tentang karya sastra berdasarkan teori hermeneutik.
e.       Mengkritik teori feminis meliputi pendekatan, teori, metode, dan asumsi tentang karya sastra.
1)      Menguraikan historisitas teori feminis.
2)      Menguraikan kelebihan dan kekurangan pendekatan objektif.
3)      Menguraikan kelebihan dan kekurangan teori feminis.
4)      Menguraikan kelebihan dan kekurangan metode dan prosedur teori feminis.
5)      Menguraikan asumsi-asumsi tentang karya sastra berdasarkan teori feminis.
Alternatif kedua:
Setelah terjadi proses pembelajaran, mahasiswa mampu:
1.      Menganalisis sejarah perkembangan penelitian sasatra, paradigm penelitian sastra, pendekatan, teori, metodologi, metode dan teknik.
2.      Menganalisis teori strukturalisme meliputi pendekatan, teori, metode, dan asumsi tentang karya sastra berdasarkan teori Abrams dan Santon.
3.      Menganalisis teori strukturalisme genetik meliputi pendekatan, teori, metode, dan asumsi tentang karya sastra berdasarkan teori Lucian Goldmann.
4.      Menganalisis teori semiotik meliputi pendekatan, teori, metode, dan asumsi tentang karya sastra berdasarkan teori Grald Pierce dan Roland Berths.
5.      Menganalisis teori hermeneutik meliputi pendekatan, teori, metode, dan asumsi tentang karya sastra berdasarkan teori Derrida.
6.      Menganalisis teori feminis meliputi pendekatan, teori, metode, dan asumsi tentang karya sastra berdasarkan teori Julia Kristeva dan Donna J.Haraway.

Alternatif ketiga:
Tujuan interaksional umum
Di akhir perkuliahan, mahasiswa mampu mendesain satu proposal penelitian sastrta berdasarkan salah satu kerangka teori strukturalisme atau strukturalisme genetic atau semiotic atau hermeneutic atau feminis.

Tujuan interaksional khusus
1.      Menganalisis sejarah perkembangan penelitian sasatra, paradigm penelitian sastra, pendekatan, teori, metodologi, metode dan teknik.
2.      Menganalisis teori strukturalisme meliputi pendekatan, teori, metode, dan asumsi tentang karya sastra berdasarkan teori Abrams dan Santon.
3.      Menganalisis teori strukturalisme genetik meliputi pendekatan, teori, metode, dan asumsi tentang karya sastra berdasarkan teori Lucian Goldmann.
4.      Menganalisis teori semiotik meliputi pendekatan, teori, metode, dan asumsi tentang karya sastra berdasarkan teori Grald Pierce dan Roland Berths.
5.      Menganalisis teori hermeneutik meliputi pendekatan, teori, metode, dan asumsi tentang karya sastra berdasarkan teori Derrida.
6.      Menganalisis teori feminis meliputi pendekatan, teori, metode, dan asumsi tentang karya sastra berdasarkan teori Julia Kristeva dan Donna J.Haraway.
E.     Pengertian Tujuan Pembelajaran
Merujuk pada tulisan Hamzah B. Uno (2008) berikut ini dikemukakan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli. Robert F. Mager (1962) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran adalah perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu.  Kemp (1977) dan David E. Kapel (1981) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Henry Ellington (1984) bahwa tujuan pembelajaran adalah pernyataan yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar. Sementara itu, Oemar Hamalik (2005) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsung pembelajaran .[8]
Upaya merumuskan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu, baik bagi guru maupun siswa. Nana Syaodih Sukmadinata (2002) mengidentifikasi 4 (empat) manfaat dari tujuan pembelajaran, yaitu: (1) memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar mengajar kepada siswa, sehingga siswa dapat melakukan perbuatan belajarnya secara  lebih mandiri; (2) memudahkan guru memilih dan menyusun bahan ajar; (3) membantu memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media pembelajaran; (4) memudahkan guru mengadakan penilaian.
Dalam Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008 tentang Standar Proses disebutkan bahwa tujuan pembelajaran memberikan petunjuk untuk memilih isi mata pelajaran, menata urutan topik-topik, mengalokasikan waktu, petunjuk dalam memilih alat-alat bantu pengajaran dan prosedur pengajaran, serta menyediakan ukuran (standar) untuk mengukur prestasi belajar siswa.
Meski para ahli memberikan rumusan tujuan pembelajaran yang beragam, tetapi semuanya menunjuk pada esensi yang sama, bahwa : (1) tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku atau kompetensi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran; (2) tujuan dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau deskripsi yang spesifik. Yang menarik untuk digaris bawahi yaitu dari pemikiran Kemp dan David E. Kapel bahwa perumusan tujuan pembelajaran harus diwujudkan dalam bentuk tertulis. Hal ini mengandung implikasi bahwa setiap perencanaan pembelajaran seyogyanya dibuat secara tertulis (written plan).[9]
E.     Tujuan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di Sekolah
Pendidikan agama Islam di sekolah bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan      Pada    Jenjang            pendidikan      yang    lebih    tinggi.[10]
            Jadi, oleh karena itu dalam proses pembelajaran di sekolah, maka tujuan dari pendidikan agama adalah untuk membina, membimbing, dan mengarahkan serta berupaya untuk mengubah tingkah laku dan kepribadian siswa dengan mendidik dan mengajarkannya, agar siswa mampu mengamalkannya Dalam Kehidupan sehari-hari.
Secara garis besar tujuan pendidikan agama islam disekolah dapat dibagi kepada Tujuan Umum dan Tujuan Khusus.
1.      Tujuan Umum
Tujuan umum atau tujuan akhir adalah cermin kehidupan manusia dalam menjalankan kehidupan akhir hidupnya. Menurut Zakiah Daradjat “Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara lain yang meliputi seluruh aspek kemanusiaan, sikap, tingkah laku, penampilan, dan pandangan”.[11]
Sesuai dengan pengertian di atas dapat dilihat bahwa tujuan dalam pendidikan agama Islam pada anak didik harus berisi hal-hal yang dapat menumbuhkan dan memperkuat iman serta mendorong kepada kesenangan anak untuk mengamalkan ajaran agama Islam, untuk itu diperlukan usaha materil yang akan memperkaya siswa dengan sejumlah pengetahuan, membuat mereka dapat menghayati dan mengembangkan ilmu itu, juga membuat ilmu yang mereka pelajari dapat diamalkan  dalam  kehidupan       sehari-hari.
2.      Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari pendidikan agama Islam yang bersasaran kepada faktor-faktor khusus, yang menjadi salah satu aspek penting dari tujuan umum yaitu: “memberikan dan mengamalkan kemampuan atau skill khusus pada anak didik, sehingga mampu bekerja dalam bidang pekerjaan tertentu yang berkaitan erat dengan tujuan umum.[12]
Pada sisi lain pendidikan Islam mempunyai tujuan mendidik pribadi siswa kearah kesempurnaan, sebagai salah satu upaya mengoptimalkan pengabdian diri kepada Allah SWT.
Pendidikan agama lebih ditekankan pada pendidikan moral atau akhlak untuk mewujudkan        pribadi seseorang         yang    sempurna.
Dengan demikian, Pendidikan Agama Islam diharapkan menghasilkan manusia yang selalu berupaya menyempurnakan iman, takwa, dan akhlak, serta aktif membangun peradaban dan keharmonisan kehidupan, khususnya dalam memajukan peradaban bangsa yang bermartabat. Manusia seperti itu diharapkan tangguh dalam menghadapi tantangan, hambatan, dan perubahan yang muncul dalam pergaulan masyarakat baik dalam lingkup lokal, nasional, regional maupun global.
1.      Adapun tujuan Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Tingkat Atas adalah sebagai berikut:
Menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang Agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT.
2.       Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah.
Sedangkan pendidikan agama yang diselenggarakan di sekolah umum berfungsi untuk:
1.      Pengembangan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT serta akhlak mulia peserta didik secara optimal, yang telah ditanamkan lebih dahulu dalam lingkungan keluarga.
2.      Penanaman nilai ajaran Islam sebagai pedoman dalam meniti kehidupan untuk mencapai kebahagiaan hidup baik di dunia ini maupun di akherat kelak.
3.       Penyesuaian mental peserta didik terhadap lingkungan fisik dan sosial melalui penanaman nilai-nilai pendidikan agama Islam yang berkaitan dengan hubungan sosial kemasyarakatan.
4.      Perbaikan kesalahpahaman, kesalahan dan kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengamalan agama Islam dalam kehidupan sehari-hari.
5.      Pencegahan peserta didik dari hal-hal negatif baik yang berasal dari pengaruh budaya asing maupun kehidupan sosial kemasyarakatan yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari.
6.      Pengajaran tentang pengetahuan ilmu keagamaan secara umum, sistem dan fungsionalnya dalam kehidupan sehingga terbentuk peribadi muslim yang sempurna.
7.      Penyiapan dan penyaluran peserta didik untuk mendalami pendidikan agama ke lembaga pendidikan yang lebih tinggi.
Untuk mengimplementasikan fungsi pendidikan agama tersebut, maka pendidikan agama tidak bisa berdiri sendiri dan terpisah dengan mata pelajaran lainnya, sebaliknya pendidikan Islam justru harus menjadi ruh dan spirit bagi mata pelajaran lain.[13]
F.     Kesimpulan
Kompetensi merupakan kemampuan siswa atau mahasiswa untuk mengerjakan sesuatu dengan baik sebagai hasil dari proses pembelajaran atau pendidikan yang diikutinya. Sehingga kompetensi merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh individu dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan uraian tugas yang dilakukannya.
Menurut Spencer and Spencer (1993 : 10) kompetensi terdiri dari 5 (Lima) Karakteristik yaitu; motives, traits, self concept, knowledge, skills.
Alternative pertama mendesain kompetensi atau tujuan pembelajaran atau hasil belajar mata kuliah atau mata pelajaran yang anda ampu berdasarkan KBK (kurikulum berbsasi kompetensi), lazimnya ada tiga komponen yang harus dirumuskan khususnya dalam KBK, yaitu; Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Indikator.
Merujuk pada tulisan Hamzah B. Uno (2008) berikut ini dikemukakan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli. Robert F. Mager (1962) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran adalah perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu.  Kemp (1977) dan David E. Kapel (1981) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan.
Taksonomi tujuan pembelajaran merupakan suatu kategorisasi tujuan pembelajaran, yang umumnya digunakan sebagai dasar untuk merumuskan tujuan kurikulum dan tujuan pembelajaran.
Untuk dapat menentukan tujuan pembelajaran yang diharapkan, pemahaman taksonomi tujuan atau hasil belajar menjadi sangat penting bagi seoarang guru. Dengan pemahaman ini guru akan dapat menentukan dengan lebih jelas dan tegas apakah tujuan intruksional pengajaran yang diasuhnya lebih bersifat kognitif, dan mengacu kepada tingkat intelektual tertentu, atau lebih bersifat afektif atau psikomotorik.


















DAFTAR PUSTAKA

Munthe, Bermawi, Kunci Praktis Desain Pembelajaran, Yogyakarta: CTSD, 2009.
 
Yasin, Moh Fahri, Sistem Evaluasi Pembelajaran, Gorontalo: Sultan Amai Press, 2009.

Uno, Hamzah B., Perencanaan Pembelajaran, Jakarta: PT. Bumi Aksara,  2008.
Yunus. (1999). Filsafat Pendidikan, Bandung : CV Citra Sarana Grafika
Nur Uhbiyati, 1998. Ilmu Pendidikan Islam, Bandung : CV Pustaka Setia
Arifin, (1987). Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Biona Aksara.
Prabowo Sugeng Listiyo dan Nurmaliyah Faridah,Perencanaan Pembelajaran,(Malang:UIN-Maliki Press,2010)








[1] Bemawy Munthe,Desain Pembelajaran,(Yogyakarta: PT.Pustaka Insan Madani,2009).hlm.27.
[2] Ibid.hlm.28-29
[3]Ibid. h.25.

[4] Sugeng Listiyo Prabowo dan Faridah Nurmaliyah,Perencanaan Pembelajaran,(Malang:UIN-Maliki Press,2010).hlm.25.
[5] Hamzah B.Uno, Perencanaan pembelajran,(Jakarta: PT Bumi Aksara,2006).Hlm.40-44
[6] Ibid., h.28.
[7]Ibid.hlm.33-48.
[8] Online, http://nurulfikri.sch.id/index.php?option=com diakses pada tanggal 08/10/2014 pukul 19:15
[9] Op.cit,hlm. 35.
[10] Abdul Majid, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, ( Bandung : Remaja RosdaKarya, 2005), hal.59
[11] Zakiah daradjat,dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Bumi Aksara,2002),hal.30.
[12] M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:Bumi Aksara,1994),hal.128.
https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5235583691806299398#editor/target=post;postID=1000557194455640448